Solo | BIN - Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Sapu Jagad desak Mahkamah Konstitusi (MK) periksa kembali perkara Nomor : 90/PUU-XXI/2023 tentang ketentuan tambahan pengalaman menjabat dari keterpilihan pemilu dalam syarat usia minimal calon presiden/Capres dan calon wakil presiden/cawapres.
"Demi menjaga marwah hakim, maka dengan ini kami minta MK segera lakukan pemeriksaan kembali perkara Nomor : 90/PUU-XXI/2023" pernyataan tersebut dengan tegas disampaikan Advokasi Hukum dan HAM DPN Sapu Jagad R.T. Farid Husin R., SH dalam acara peringatan hari pahlawan yang jatuh pada Jum'at, 10 November 2023 di Markas Besar Masjid Sapu Jagad Gemolong Sragen Jawa Tengah.
Lebih lanjut Housein panggilan akrab Advokasi Hukum dan HAM DPN Sapu Jagad itu menerangkan "dalam UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 17 ayat (3) telah mengatur prihal seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera", terangnya.
Housein juga menjelaskan terdapat potensi conflict of interest atau konflik kepentingan ketika MK memeriksa dan mengadili perkara Nomor : 90/PUU-XXI/2023. “Putusan tersebut mengubah syarat usia capres dan cawapres yang akhirnya membuka kesempatan untuk Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju Pilpres 2024, yangmana juga diketahui bahwa Gibran masih keponakan Usman,” katanya.
Pernyataan MKMK yang menyatakan bahwa Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan maka terbukti Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dalam uji materi perkara Nomor : 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres dan cawapres.
Maka tidak heran bilamana Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pembacaan putusan etik oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa (7/11/2023) oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie yang dalam amar putusannya “Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor"
"Memang majelis kehormatan tidak bisa menjatuhkan sanksi berupa pembatalan putusan MK, akan tetapi MKMK bisa saja memerintahkan MK memeriksa kembali perkara No. 90/PUU-XXI/2023 dengan komposisi hakim konstitusi yang berbeda", pungkas Housein.
(Red/Fera)