Kepri | beritaintelijen.news - Selain dugaan penyimpangan realisasi anggaran belanja buku 20 unit senilai Rp 204 juta dan belanja sosialisasi spesialisasi berita senilai Rp 3 miliar yang dilaporkan ke Kejati Kepri oleh Kantor Pengacara Hambali Hutasuhut SH, ada banyak laporan dugaan penyimpangan lainnya yang akan dikupas satu persatu.
Menurut Hambali, dokumen yang diserahkan ke Kejati sudah detail dan lengkap, tinggal anggaran mana yang akan diproses hukum secepatnya. Atau beberapa pos anggaran yang memiliki subtansi sama sehingga terakumulasi jumlahnya. " Daripada diproses hukum per anggaran lebih bagus kalau akumulasi. Beban hukumannya juga akumulasi, prosesnya gak berulang-ulang." kata Hambali kepada Media di Batam Center.
Persoalan sewa internet ditemukan nama paket Beban Jasa Kawat/faksimili/baliho dengan spesifikasi pekerjaan sewa internet fiber optic 750 Mbps dedicated 1:1 Tanjungpinang senilai Rp. 2.270.000.000,- melalui E-purchasing kode PUR 37187867.
" Kalau sewa internet dengan anggaran miliaran itu seharusnya kapasitas kecepatannya bukan Mbps lagi tapi sudah berkecepatan terabyite," tegas Hambali.
Lebih lanjut Hambali menjelaskan, penggunaan internet dengan kelas Metronet A5 untuk 750 Mbps perbulan harganya hanya Rp. 12.500.000,- jika anggaran pertahun maka tinggal dikalikan 12 bulan. "Itu sudah yang paling mewah dalam berselancar di dunia maya dan dapat digunakan untuk kapasitas 60 perangkat, ruangan, " jelasnya.
Ditambahkan Hambali, Diskominfo Kepri menyewa berapa titik dengan menggunakan 750 Mbps tersebut. Kliennya terus mencari pembanding harga penggunaan internet dengan kapasitas yang sama pada instansi lain, terutama swasta.
"Jika melihat angka anggaran pada dinas tersebut dengan harga pembanding yang kami dapatkan, maka ada indikasi harga tersebut di-mark up karena selisihnya cukup besar. " papar Hambali.
Provider penyedia layanan internet nantinya tentu menjadi pintu informasi, berapa anggaran yang masuk ke instansi terkait. "Sekarang sudah era transparansi langsung atau tidak langsung, sulit untuk memanipulasi anggaran karena terkait pajak-pajak yang harus dibayar. Kecuali sengaja dilakukan secara fiktif dan manipulatif." tambah Hambali. (TIM).