Arif La Awa (Terduga Mafia Tanah di Halsel, Obi)
Maluku Utara | BIN - Sengketa tanah di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, yang melibatkan Arif La Awa terus memicu kontroversi. Klaim Arif La Awa atas lahan seluas 15 hektare di Desa Kawasi menjadi pusat perhatian, terutama setelah berbagai tuduhan bahwa dirinya menggunakan klaim tersebut untuk menekan PT. Harita Nikel demi mendapatkan kompensasi finansial yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum.
Koordinator Lembaga Pengawasan Independen (LPI) Maluku Utara, Rajak Idrus, menyatakan bahwa klaim kepemilikan lahan oleh Arif La Awa sangat meragukan. Ia menuding Arif La Awa menggunakan klaim tersebut sebagai modus pemerasan terhadap Harita Group, yang beroperasi di area tersebut. “Ini sudah masuk ranah kejahatan yang serius. Polisi harus bertindak cepat, tidak ada alasan untuk menunda proses hukum terhadap Arif La Awa dan kelompoknya,” tegas Rajak, yang akrab disapa Jeck, pada Rabu (28/8/24).
Rajak menambahkan bahwa dokumen kepemilikan tanah yang diklaim oleh Arif La Awa diduga tidak sah secara hukum dan bahkan dianggap kadaluwarsa. Hal ini semakin diperkuat oleh penolakan warga asli Desa Kawasi, yang menyatakan bahwa tanah yang diklaim oleh Arif La Awa sebenarnya milik mereka secara turun-temurun. “Jika tanah itu benar-benar milik Arif, tidak mungkin warga asli menolak klaimnya,” kata Jeck.
Tidak hanya LPI Maluku Utara yang bersuara keras terkait masalah ini. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Halmahera Selatan juga menyatakan keprihatinan mereka. Ketua GMNI Halsel, Sumitro H. Komdan, menyebut bahwa klaim Arif La Awa atas tanah di Desa Kawasi hanyalah upaya untuk menipu dan memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi. “Kami menemukan bahwa klaim Arif terkait kesepakatan dengan Harita Group hanyalah hoaks. Arif La Awa bahkan menolak kompensasi yang sudah ditawarkan oleh perusahaan,” ujar Sumitro.
Lebih lanjut, GMNI Halsel juga menyoroti bahwa upaya Arif La Awa untuk menghambat pembangunan jalan Lingkar Pulau Obi merupakan tindakan yang tidak berdasar. Sumitro menjelaskan bahwa perseteruan antara kepentingan pemerintah provinsi dan kabupaten menjadi penyebab utama keterlambatan, bukan Harita Group.
Baik LPI Maluku Utara maupun GMNI Halsel mendesak pihak kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini. Mereka menuntut agar Arif La Awa dan kroninya dipanggil dan diperiksa secara menyeluruh, dengan kemungkinan penetapan tersangka jika bukti-bukti cukup kuat.
“Kasus ini bukan hanya tentang sengketa tanah, tapi juga tentang menjaga integritas hukum dan kepentingan masyarakat. Polisi harus segera bertindak agar tidak terjadi konflik yang lebih besar di masa depan,” tandas Rajak Idrus.
Desakan dari berbagai pihak ini diharapkan dapat mendorong penyelesaian yang adil dan transparan, sehingga keadilan bagi semua pihak dapat terwujud dan proyek-proyek pembangunan di Pulau Obi dapat berjalan tanpa hambatan. (Red/Tim)