Halmahera Selatan | BIN – Persoalan tanah di Desa Kawasi, Pulau Obi, Halmahera Selatan, memanas setelah Arif La Awa mengklaim lahan seluas 15 hektare, yang diduga tidak berdasar. Klaim ini menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama karena luas lahan yang dimiliki warga umumnya tidak lebih dari 2 hektare.
Tokoh masyarakat, Hamja Lewer, yang telah menetap di Kawasi sejak 1949, menegaskan bahwa klaim Arif tidak masuk akal dan meminta penegak hukum untuk segera mengambil tindakan.
Hamja, yang juga menjabat sebagai Ketua RT 02, mengungkapkan bahwa ia mengetahui secara persis batas-batas tanah di desa ini karena ia lahir dan besar di Kawasi. Menurutnya, tidak ada warga yang memiliki lahan sebesar yang diklaim oleh Arif.
Hamja juga menceritakan bahwa ia sempat didatangi oleh Arif La Awa dan kelompoknya yang menawarkan uang sebesar 100 juta rupiah agar ia diam terkait klaim tanah tersebut. Namun, Hamja menolak tawaran tersebut dan menegaskan siap memberikan keterangan kepada penegak hukum jika diperlukan.
Kasus ini tidak hanya melibatkan Hamja, tetapi juga warga lain seperti Saidi Joronga yang juga menolak ajakan Arif La Awa untuk menjual kembali tanah yang telah ia jual sebelumnya. Saidi khawatir akan dianggap sebagai penipu dan terlibat dalam masalah hukum jika mengikuti keinginan Arif.
Saidi menjelaskan bahwa tanah yang ia miliki hanya sekitar 1 hektare dan telah dijual kepada pihak lain. Ia menolak ajakan Arif karena tidak ingin melanggar hukum atau menciptakan masalah baru.
Tindakan Arif La Awa dan kelompoknya ini diduga sebagai bagian dari praktek mafia tanah yang mencoba mengambil alih lahan-lahan di Kawasi dengan cara yang tidak sah. Warga semakin khawatir bahwa situasi ini dapat memicu konflik yang lebih besar di desa mereka.
Warga Kawasi kini mendesak penegak hukum untuk segera turun tangan dan menyelesaikan masalah ini dengan tegas. Mereka berharap agar tindakan Arif La Awa dan kelompoknya dapat dihentikan sebelum menimbulkan dampak yang lebih buruk bagi masyarakat.
Masyarakat tidak ingin konflik tanah ini berkembang menjadi perpecahan di antara warga, dan mereka berharap keadilan dapat ditegakkan agar ketenangan di desa mereka kembali terjaga. (Red/Tim)