Beritaintelijen, Jakarta--Oleh: Ketua Umum, Dewan Pimpinan Pusat ( DPP), Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia ( PWDPI), M.Nurullah RS.
SEJAK NEGARA terdampak pendemi Covid-19, Maka bangsa kita mulai melirik potensi yang besar di sektor komunikasi dan informatika serta yang membuat semua elemen bergantung pada solusi teknologi digital.
Begitu juga kalangan jurnalis, di era digital, media online menjadi salah satu sandaran hidup bagi sebagian orang jurnalis juga wajib mengetahui Transformasi Digital. Walaupun diantara insan pers atau para pelaku media ini kadang-kadang tidak memiliki latar belakang jurnalis profesional, namun wartawan wajib belajar tentang Transformasi Digital .
Oleh karena itu, Pers dan media online perlu berbenah. Sebab bukan faktor ekonomi saja yang mesti didahulukan, namun juga faktor profesionalisme sebagai media yang ingin memberi dan mendidik masyarakat dengan beragam informasi.
Jika hanya faktor ekonomi sebagai tujuan utama menjamurnya media online, maka peran yang diharapkan kepada media online sebagai bagian dari pers nasional sulit dicapai.
Mengacu kepada UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, maka peran yang harus dimainkan media adalah sebagai penyebar informasi, pendidik, hiburan dan kontrol sosial. Jika fungsi-fungsi tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh media online, bisa jadi kehadirannya justru memberikan dampak negatif.
Padahal, media apapun harus bisa mencerdaskan masyarakat sekaligus mampu mengungkap banyak kasus penyimpangan yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan. Sebaliknya, publik bisa makin bingung apabila media online hanya mengejar target ekonomi.
Dalam kondisi seperti itu, konten yang ditawarkan hanya mengikuti selera pemesan informasi, tidak menampilkan produk jurnalistik yang profesional. Jika kemunculan media online hanya didorong oleh motif ekonomi yang lebih dominan, maka informasi yang disuguhkan semata-mata demi mengejar jumlah pengunjung, rating dan mencapai klik sebanyak-banyaknya.
Jika ini banyak dilakukan puluhan ribu situs, maka media online hanya menjadi penyebar berita dan informasi yang tidak bermutu bahkan bisa jadi tidak bermanfaat.
Selain itu, Pelaku media dan Pers juga dituntut memahami media sosial (Medsos) yang umum digunakan akhir-akhir ini mengacu pada platform digital yang berbeda.
Secara umum media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Media sosial mengacu pada situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Pinterest, YouTube, LinkedIn dan sejenisnya.
Di media sosial, publik memiliki kesempatan untuk menyertakan pendapat mereka dan publik tidak hanya berharap untuk didengar ketika mereka membagikan pendapat mereka tentang sebuah berita atau peristiwa terkini, mereka juga mengharapkan pendapatnya direspon dan ditanggapi.
Redaksi/jurnalis yang menggunakan media sosial dalam kesehariannya tentu harus siap untuk bertindak cepat dan merespons dengan tepat.
Arinya, Industri media berubah dengan cepat, dan Redaksi/jurnalis harus beradaptasi untuk survive di era ini namun, itu tidak berarti semua cara lama sudah kadaluarsa. Seperti yang mungkin bisa Anda lihat dari perbandingan di atas, media tradisional dan media sosial memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Bergantung pada situasi, tujuan, atau strateginya, satu metode mungkin bekerja lebih baik daripada yang lain untuk materi suatu materi pemberitaan.
Alih-alih berpikir media tradisional bertentangan dengan media sosial dalam arti bahwa yang satu perlahan menggantikan yang lain, namun berpikirlah bagaimana kedua model media tersebut dapat berkolaborasi untuk mencapai tujuan pemberitaan secara keseluruhan.
Hal penting untuk diingat apakah memasukkan media tradisional atau sosial (atau keduanya) ke dalam lingkup jurnalisme Anda adalah bergantung pada tujuan yang diingin dicapai dari strategi pemberitaan suatu jurnalis.
Strategi humas media tradisional tentu akan sangat berbeda dari strategi yang digunakan di media sosial.(*).